Seputar Zakat, Infak, Sedekah dan Fidyah (7/12)
Salmah Muslimah - detikNews
Halaman 7 dari 12
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Pertanyaan seputar zakat, infak, sedekah dan fidyah kerap dilontarkan sejumlah pembaca forum question and answer detikRamadan setiap tahunnya. Berikut sejumlah pertanyaan dan jawaban yang sudah dirangkum di halaman khusus yang mengulas hal tanya jawab seputar zakat, infak, sedekah dan fidyah bagian 2.
13. Bagaimana menghitung zakat profesi?
Kalau zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian, apa yang Anda keluarkan itu telah memenuhi ketentuan. Berikut keterangannya.
Penghasilan yang diperoleh seorang Mukmin dan yang sebagian darinya diperintahkan untuk dikeluarkan nafkahnya dibagi oleh Alquran (QS al-Baqarah (2): 267) ke dalam dua bagian pokok: "hasil usaha yang baik-baik" dan "apa yang dikeluarkan Allah dari bumi," yakni hasil pertanian dan pertambangan.
Adapun yang dimaksud dengan 'hasil usaha yang baik-baik', para ulama dahulu membatasinya pada hal-hal tertentu yang pernah ada di masa Rasulullah Saw dan yang ditetapkan oleh beliau sebagai yang harus dizakati. Inilah dahulu yang dimaksudkan dengan zakat penghasilan. Selebihnya, usaha manusia yang belum dikenal di masa Nabi dan sahabat beliau tidak termasuk yang harus dizakati. Jadi, yang demikian itu tidak dimaksudkan oleh sementara ulama dalam pengertian ayat di atas sebagai "hasil usaha yang baik."
Akan tetapi, kini telah muncul berbagai jenis usaha manusia yang menghasilkan pendapatan, baik secara langsung tanpa keterikatan dengan orang atau pihak lain seperti para dokter, konsultan, seniman, dan lain-lain, maupun yang disertai keterikatan dengan pemerintah atau swasta seperti gaji, upah, dan honorarium. Rasa keadilan dan hikmah adanya kewajiban zakat mengantar banyak ulama memasukkan profesi-profesi itu ke dalam pengertian "hasil usaha yang baik-baik."
Dengan demikian, mereka menyamakannya dengan zakat penghasilan atau perdagangan dan menetapkan persentase zakatnya sama dengan zakat perdagangan, yakni dua setengah persen dari hasil yang diterima setelah dikeluarkan segala biaya kebutuhan hidup yang wajar, dan sisa itu telah mencapai batas minimal dalam masa setahun, yakni senilai 85 gram emas murni.
Ada berbagai pendapat lain yang menganalogikan penghasilan dari profesi itu dengan zakat pertanian. Dalam hal ini, jika dia beroleh penghasilan senilai 653 kilogram hasil pertanian yang harganya paling murah, maka ketika itu juga dia harus menyisihkan lima atau sepuluh persen (tergantung pada kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
Menurut hemat saya, pendapat pertama yang menyamakan zakat profesi dengan zakat perdagangan lebih bijaksana, karena hasil yang diterima biasanya berupa uang sehingga lebih mirip dengan perdagangan dan atau nilai emas dan perak. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
14. Bagaimanakah cara yang tepat membagikan zakat fitrah kepada yang mustahaq?
Menyerahkannya kepada lembaga BAZIS (baca: lembaga resmi) lebih baik, karena lebih terjamin pemerataan pembagian zakat itu. Ini karena boleh jadi mustahaq (yang berhak menerima) memeroleh dari berbagai sumber sedang ada selainnya yang tidak memeroleh sama sekali. Di sisi lain, memberi kepada amil yang tidak resmi berarti menunjuk wakil anda untuk memberinya sedang amil zakat yang resmi/semi resmi berkedudukan mewakili kelompok-kelompok yang berhak menerima.
Konsekuensi perbedaan ini menjadikan anda masih berkewajiban mengeluarkan zakat, jika zakat yang anda amanatkan ke amil yang mewakili anda itu menghilangkannya, karena zakat belum sampai kepada yang berhak menerima. Tetapi bila Anda menyerahkan kepada amil resmi/BAZIZ, maka karena dia mewakili yang berhak, anda tidak perlu mengeluarkan zakat lagi seandainya zakat yang anda serahkan itu hilang ditangan amil tersebut. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
13. Bagaimana menghitung zakat profesi?
Kalau zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian, apa yang Anda keluarkan itu telah memenuhi ketentuan. Berikut keterangannya.
Penghasilan yang diperoleh seorang Mukmin dan yang sebagian darinya diperintahkan untuk dikeluarkan nafkahnya dibagi oleh Alquran (QS al-Baqarah (2): 267) ke dalam dua bagian pokok: "hasil usaha yang baik-baik" dan "apa yang dikeluarkan Allah dari bumi," yakni hasil pertanian dan pertambangan.
Adapun yang dimaksud dengan 'hasil usaha yang baik-baik', para ulama dahulu membatasinya pada hal-hal tertentu yang pernah ada di masa Rasulullah Saw dan yang ditetapkan oleh beliau sebagai yang harus dizakati. Inilah dahulu yang dimaksudkan dengan zakat penghasilan. Selebihnya, usaha manusia yang belum dikenal di masa Nabi dan sahabat beliau tidak termasuk yang harus dizakati. Jadi, yang demikian itu tidak dimaksudkan oleh sementara ulama dalam pengertian ayat di atas sebagai "hasil usaha yang baik."
Akan tetapi, kini telah muncul berbagai jenis usaha manusia yang menghasilkan pendapatan, baik secara langsung tanpa keterikatan dengan orang atau pihak lain seperti para dokter, konsultan, seniman, dan lain-lain, maupun yang disertai keterikatan dengan pemerintah atau swasta seperti gaji, upah, dan honorarium. Rasa keadilan dan hikmah adanya kewajiban zakat mengantar banyak ulama memasukkan profesi-profesi itu ke dalam pengertian "hasil usaha yang baik-baik."
Dengan demikian, mereka menyamakannya dengan zakat penghasilan atau perdagangan dan menetapkan persentase zakatnya sama dengan zakat perdagangan, yakni dua setengah persen dari hasil yang diterima setelah dikeluarkan segala biaya kebutuhan hidup yang wajar, dan sisa itu telah mencapai batas minimal dalam masa setahun, yakni senilai 85 gram emas murni.
Ada berbagai pendapat lain yang menganalogikan penghasilan dari profesi itu dengan zakat pertanian. Dalam hal ini, jika dia beroleh penghasilan senilai 653 kilogram hasil pertanian yang harganya paling murah, maka ketika itu juga dia harus menyisihkan lima atau sepuluh persen (tergantung pada kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
Menurut hemat saya, pendapat pertama yang menyamakan zakat profesi dengan zakat perdagangan lebih bijaksana, karena hasil yang diterima biasanya berupa uang sehingga lebih mirip dengan perdagangan dan atau nilai emas dan perak. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
Foto: Ilustrasi
|
14. Bagaimanakah cara yang tepat membagikan zakat fitrah kepada yang mustahaq?
Menyerahkannya kepada lembaga BAZIS (baca: lembaga resmi) lebih baik, karena lebih terjamin pemerataan pembagian zakat itu. Ini karena boleh jadi mustahaq (yang berhak menerima) memeroleh dari berbagai sumber sedang ada selainnya yang tidak memeroleh sama sekali. Di sisi lain, memberi kepada amil yang tidak resmi berarti menunjuk wakil anda untuk memberinya sedang amil zakat yang resmi/semi resmi berkedudukan mewakili kelompok-kelompok yang berhak menerima.
Konsekuensi perbedaan ini menjadikan anda masih berkewajiban mengeluarkan zakat, jika zakat yang anda amanatkan ke amil yang mewakili anda itu menghilangkannya, karena zakat belum sampai kepada yang berhak menerima. Tetapi bila Anda menyerahkan kepada amil resmi/BAZIZ, maka karena dia mewakili yang berhak, anda tidak perlu mengeluarkan zakat lagi seandainya zakat yang anda serahkan itu hilang ditangan amil tersebut. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar