Jumat, 24 Juni 2016

Pariwisata Banten: Potensi Yang Terpinggirkan?



PARIWISATA BANTEN
Potensi Yang Terpinggirkan?

Oleh: Wishnu HS


  Suatu ketika, saya mengajak adik saya, yang kebetulan menghabiskan masa cutinya dengan berkunjung ke tempat saya di kota Serang, untuk mengunjungi situs wisata peninggalan jaman kejayaan Kesultanan Banten di desa Banten Lama.

Bagi adik saya, ini merupakan pengalaman menarik karena baru pertama kali ia mengunjungi situs wisata tersebut. Sebutlah Tasikardi, Pengindelan Abang, Pengindelan Putih, Pengindelan Emas, Keraton Surosowan, Masjid Agung, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk dll. Apalagi adik saya adalah jurnalis di salah satu media massa nasional terkemuka di Jakarta, jadi naluri jurnalistiknya menggelitik untuk mengetahui lebih jauh mengenai sejarah hebat dari ranah Banten ini.

Dari sekian banyak yang kami kunjungi, kami mencatat hal menarik sekitar Pengindelan Abang, Putih dan Emas.

Pengindelan merupakan bangunan filterisasi atau penyaringan air yang dilakukan secara bertahap dimana air dialirkan dari Tasikardi menuju Keraton Surosowan yang merupakan  tempat kediaman para Sultan atau raja Banten pada masa itu. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad 16 seiringan dengan dibangunnya Keraton Surosowan.

Penyaringan pertama adalah Pengindelan Abang, bangunan yang kini berada di tepi jalan beraspal menuju situs sejarah Banten Lama, bertetangga dengan sawah yang menguning. 

Pengindelan Abang

Setelah itu, air dialirkan melalui saluran konstruksi bata ke Pengindelan Putih yang berjarak lurus sekitar 250 meter dari Abang. Pengindelan Putih berada di tengah-tengah persawahan. Lalu dialirkan lagi ke Pengindelan Emas sebagai penyaringan terkhir sebelum akhirnya mengalir masuk ke Keraton Surosowan.

Bangunan dan sistem penyaringan yang berusia 500an tahun ini sebetulnya sangat potensial  menjadi rangkaian objek wisata sejarah andalan di Banten ini, apalagi ini berada di area situs sejarah integrated Banten Lama, mengingat potensi wisata Banten yang paling wajar dikembangkan, selain keindahan pantainya, adalah peninggalan sejarah, baik sejak jaman Kerajaan Salakanagara, juga Tarumanagara, Sunda, Pajajaran dan akhirnya Kesultanan Banten.

MEMPRIHATINKAN
Namun amat disayangkan, apa yang kami lihat di lapangan mengungkapkan kondisi situs yang sangat memprihatinkan dan jauh dari kondisi siap menjadi daerah wisata yang handal.

Lihatlah Pengindelan Abang, tidak ada yang mengira bahwa bangunan tepi jalan itu adalah bangunan bersejarah. Kecuali kondisi bangunan yang masih kokoh, pagar besi sudah hilang, papan informasi situs sudah tidak ada, dinding sudah dicoret-coret, bagian dalam bangunan bau pesing dan terdapat genangan air serta sampah berserakan.    
Pengindelan Putih

Juga Pengindelan Putih. Tidak ada yang pernah tahu ada bangunan kokoh yang masih utuh berada di tengah pesawahan berjarak sekitar 100 meter dari tepi jalan. Tapi justru situs ini kondisinya lebih baik dibanding Pengindelan Abang, bangunan masih utuh, tanpa coretan, pagar masih ada walau sudah berkarat.

Beranjak ke Pengindelan Emas, ini adalah bangunan yang paling memprihatinkan. Bangunan ini sudah hancur di bagian atapnya, jadi hanya tersisa dindingnya dan segaris saluran air menuju Keraton. Setiap hari situs ini hanya dijadikan tempat beternak bebek dari seorang peternak yang membuat kandang bebek yang lokasinya hanya dipisahkan oleh jalan tanah setapak dari situs.

Yang menarik tentang hancurnya atap Pengindelan Emas adalah ungkapan dari beberapa penduduk sekitarnya yang mengatakan bahwa bangunan Emas hancur oleh karena penjarahan yang dilakukan sejak hancurnya Kesultanan Banten di awal abad 19. Konon bangunan Pengindelan Emas dibuat dengan lapisan emas di dalamnya untuk penyaringan agar menjadi sangat jernih.

Mungkin andaikata tidak berlapis emas, nasibnya akan sma baiknya dengan Pengindelan Abang dan Putih. Wallahu a’lam bissawab.

Pengindelan Emas


BUKAN POTENSI TERPINGGIRKAN
Sudah saatnya pemerintah propinsi mulai membenahi secara giat dan cepat fasilitas yang berpotensi menghasilkan pendapatan daerah ini dari sisi pariwisata.

Pagar kokoh dipasang kembali, papan informasi situs dan sekilas sejarahnya harus dipasang dengan kualitas baik, lalu dinding dicat ulang agar tampak rapi dan bersih. Rumput yang tumbuh dipangkas agar rapi. Sampah dibersihkan, genangan air pun dikeringkan, bila perlu dibuatkan tangga menuju kea lam sehingga pengunjung bisa masuk ke dalam bangunan. Petunjuk arah lokasipun harus dibuat, mengingat Putih dan Emas masih berada di tengah sawah dan jalan menuju kesana masih berupa jalan tanah setapak.

Jalan setapak menuju situs inipun sebaiknya dibuatkan jalan paving block yang rapi, sehingga wisatawan akan merasa nyaman mengunjungi situs.

Betapa hebatnya membayangkan pada abad 16 Kesultanan Banten sudah memiliki system penyaringan air yang tertata rapi.

Khusus bagi  Pengindelan Emas, harus dicarikan sumber yang tepat agar bisa mendapat gambar yang jelas bagaimana bentuk asli dari bangunan yang kini hancur ini. Entah itu di Museum Jakarta, atau Museum Sejarah di Belanda.

Candi-candi di Jawa dahulu ditemukan dalam keadaan hancur, tapi kini berdiri dengan anggun dan luar biasa indah sehingga menarik minat banyak wisatawan untuk datang dan menghasilkan pendapatan yang tidak sedikit. 

Keraton Surosowan Kesultanan Banten

Kalau semua peduli, termasuk pemerintah setempat, pemerintah propinsi dan pusat, khususnya instansi terkait bisa duduk bareng membahas apa yang bisa dilakukan untuk pengembangan dan perbaikan situs sejarah, percayalah, pariwisata Banten akan menjadi mutiara unggulan dan andalan, dan bukan menjadi potensi terpinggirkan. (TERAS)

(Penulis adalah pemerhati budaya yang juga bekerja di salah satu hotel berbintang di Banten dan Ketua IHGMA Banten Chapter)